Selasa, 08 Desember 2009

Citra Manusia Bermotivasi Superior

Citra Manusia Bermotivasi Superior

Sejarah dunia selalu diperindah dengan kiprah para tokoh yang mengagumkan hati kita. Mereka bahkan membuat sejarah itu sendiri; menancapkan tonggak-tonggak penting dan meninggalkan jejak-jejak besar yang secara bersama membentuk apa yang kita sebut sebagai sejarah. Merekalah yang saya sebut sebagai para figur bermotivasi superior, jago-jago dunia, para maestro, para empu, para world-class achiever yang mencetak prestasi-prestasi unggul.

Mengapa mereka mampu berkarya secara luar biasa? Buat sementara saya katakan karena mereka mampu memberdayakan Roh Keberhasilan dalam diri mereka, sehingga menjadi sebuah motivasi superior dalam bekerja, mencipta, dan menggubah. Hasilnya memang ajaib. Karena mereka kita kemudian mengenal Borobudur dan Taj Mahal, Mobil dan Kapal, Komputer dan Supermal, Sosrobahu dan Toko Virtual, serta banyak lagi. Jumlah tokoh-tokoh itu ada ribuan banyaknya. Dan tokoh-tokoh berikut ini sekadar pengingat saja.

Julius Caesar. Kaisar Romawi paling akbar ini memiliki motivasi agung untuk berhasil dan memantapkan tekad menang dalam diri pasukannya dengan menghancurkan kemungkinan gagal itu sendiri. Ia memang selalu menang. Dan gaya menang ala Romawi ini dikristalkannya dengan sebuah motto yang sampai kini dipakai orang: "Veni, Vidi, Vici" (Aku Datang, Aku Lihat, Aku Menang).

Alkisah, pada suatu ketika armada laut yang dipimpinnya bermaksud menaklukkan wilayah yang sekarang dikenal sebagai Inggris. Begitu mendarat di pantai Inggris, Caesar langsung memimpin suatu upacara pantai yang mencekam dengan membakar semua kapal yang mereka tumpangi. Tindakan ini adalah sebuah dramatisasi dari kenyataan perang, yaitu bahwa mereka tak akan bisa pulang dengan selamat kecuali menang. Julius Caesar tahu betul psikologi orang yang pergi
berperang: yaitu adanya harapan tersembunyi, bahwa jika yang terburuk terjadi, masih ada jalur mundur cari selamat. Akan tetapi, justru harapan inilah yang dimusnahkan Caesar. Artinya, pulang selamat hanya bisa diperoleh melalui kemenangan. Dengan itu terciptalah kondisi mental untuk "harus menang" dengan menuntaskan tugas dan menunaikan misi dengan harga sebesar apa pun juga. Meminjam istilah Denis Waitley, terbitlah "the psychology of winning" dalam hati setiap prajurit. Kini kita ketahui, inilah prasyarat bagi setiap kemenangan.

Helen Keller. Buta dan tuli total, Helen Keller berhasil menjadi penulis dan dosen terkenal. Dia tidak meratapi nasib dan menangisi kelemahannya sebagai orang cacat. Akan tetapi dia bekerja ekstra keras, belajar secara spartan sehingga akhirnya lulus dengan predikit cum laude dari Radcliffe College.

Martin Luther King. Demi idealismenya yang agung dalam persamaan hak- hak sipil, ia bersedia masuk penjara dan berjalan kaki ribuan kilometer dalam long marchnya menuju Washington, DC. Di sanalah ia menyampaikan pidatonya I Have A Dream yang terkenal itu dan mengakhiri segregasi kulit hitam dan putih di Amerika Serikat. Untuk jasanya ia dianugerahi hadiah nobel bidang perdamaian pada tahun 1964.

Bill Gates. Inilah tokoh sukses yang mampu mencapai status manusia terkaya di bumi pada usia 39 tahun. Kekayaannya tidak diperoleh sebagai warisan atau hasil KKN, melainkan kreasi dan inovasi intelektual dalam bidang perangkat lunak komputer. Dilaporkan dalam biografinya, bahwa ia mampu tidak tidur berhari-hari untuk menyelesaikan sebuah proyek. Ia tahan tidak keluar dari kamar kerjanya seminggu penuh dengan hanya ditemani oleh McDonald, CocaCola dan komputernya.

Utut Adianto. Dialah Super Grandmaster pertama Indonesia yang mampu menembus elo rating 2.600 untuk menyejajarkan dirinya dengan segelintir pecatur top dunia lainnya. Untuk memperoleh posisi itu, Utut berlatih sangat keras. Tak segan-segan ia berguru kepada pecatur top negeri Balkan maupun Amerika. Meskipun dunia catur di Indonesia tidak menjanjikan penghasilan yang layak, namun ia berani melepaskan kariernya di sebuah perusahaan hanya untuk 100 persen menekuni catur.
Akhirnya perjuangannya membawa hasil. Dengan posisi Super GM itu, undangan bertanding selalu datang dari seluruh penjuru dunia.

Selanjutnya, dunia masih selalu membutuhkan lebih banyak orang yang mampu berkarya dengan roh yang kuat, dengan motivasi yang besar.
Termasuk pada tingkat organisasional, dibutuhkan karyawan yang memiliki motivasi kerja superior. Setiap manajer dan eksekutif ?
pimpinan pada umumnya ? tahu benar bahwa karyawan bermotivasi superior merupakan aset sejati. Sedangkan karyawan bermotivasi rendah adalah sumber masalah dan penyakit. Ia membuat pusing rekan sekerjanya, bikin susah atasannya, bikin marah pelanggannya.

Mengapa orang bermotivasi superior merupakan aset? Setidaknya karena sepuluh citra berikut:

Pertama, orang bermotivasi superior adalah bagian dari penyelesaian masalah, andalan bagi upaya mengejar prestasi; sedangkan orang bermotivasi rendah adalah bagian dari masalah, tidak bisa diandalkan untuk proyek-proyek rintisan karena sikap mentalnya didominasi oleh pikiran "apa untungnya buat aku?"

Kedua, orang bermotivasi superior bekerja dengan semangat I am doing my best ? my utmost ? sehingga kualitas kerjanya tinggi. Artinya, nilai tambah dirinya tinggi. Tetapi orang bermotivasi rendah bekerja seadanya, ala kadarnya, minimalis. Pekerjaannya tidak bermutu. Nilai tambahnya rendah.

Ketiga, orang bermotivasi superior memiliki disiplin tinggi, sehingga ia bisa menjadi contoh bagi orang lain. Ia bersemangat, menularkan antusiasme kepada sekitarnya. Tetapi orang bermotivasi rendah bersikap seenaknya, lesu darah, malas, dan gemar mencari kambing hitam bila pekerjaannya tidak selesai. Ia juga suka beredar dan menebarkan virus beracun dengan kebiasaan 5-ng (ngeluh, ngedumel, ngegossip, ngomel, ngeyel).

Keempat, orang bermotivasi superior gigih menghadapi masalah, kreatif memecahkan problem, dan jeli melihat peluang dalam setiap kesulitan.
Tetapi orang bermotivasi rendah gampang menyerah, tidak kreatif, dan selalu melihat kesulitan dalam setiap peluang.

Kelima, orang bermotivasi superior cepat maju karirnya karena ia rajin belajar, gemar berguru, dan senang mengasah kemampuan dirinya.
Tetapi orang bermotivasi rendah lambat majunya karena ia malas belajar, ogah berguru dan segan memperbarui keterampilan. Ia tergantung pada orang lain sehingga malah jadi beban bagi pimpinannya.

Keenam, orang bermotivasi superior masuk kantor lebih awal dan pulang lebih sore sampai tugasnya tuntas. Produktivitasnya tinggi. Tetapi orang bermotivasi rendah suka datang terlambat, suka curi-curi waktu, tidak sabar menunggu usai jam kantor, dan sangat senang jika ada hari kejepit.

Ketujuh, orang bermotivasi superior punya sense of belonging yang besar; ia turut memelihara, merawat dan membesarkan perusahaan dengan sikap menyayangi. Tetapi orang bermotivasi rendah tidak peduli pada organisasinya, miskin sense of belonging dan memperlakukan perusahaannya sebagai sapi perahan.

Kedelapan, orang bermotivasi superior tidak memerlukan pengawasan.
Ia
dapat bekerja mandiri sehingga energi dan waktu pemimpin dapat digunakan untuk hal lain yang lebih penting. Tetapi orang motivasi rendah bagaikan "kuda liar" yang senantiasa memerlukan pengawasan, tali-les-dan-kekang. Waktu atasan banyak habis untuk mengawasi mereka.

Kesembilan, orang bermotivasi superior, hatinya dipenuhi oleh emosi gembira, semangat dan suka cita. Loyalitasnya tulus. Tetapi orang bermotivasi rendah tidak pernah puas. Ia selalu resah. Setiap hari rajin membaca iklan lowongan kerja. Loyalitasnya cuma sebatas ada kesempatan baru di tempat lain. Ia siap meloncat setiap saat jika keadaan sudah dinilainya menguntungkan.

Terakhir, orang bermotivasi superior dapat berkonsentrasi pada pe- kerjaannya sehingga hasil kerjanya bermutu dan produktif. Tetapi orang bermotivasi rendah gampang kejangkitan isu, takut pada banyak hal, cepat merasa bosan, dan suka berpikir negatif.

Jadi secara umum, pentinglah bagi siapa saja untuk tahu bagaimana memotivasi diri sendiri, memotivasi orang lain, bahkan memberdayakan seluruh eselon organisasi dalam rangka meraih prestasi dan keunggulan.

Sumber: Citra Manusia Bermotivasi Superior oleh Jansen H Sinamo, Direktur Jansen Sinamo WorkEthos Training Center.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar