Selasa, 08 Desember 2009

BAHASA BARU PENGORGANISASIAN DAN DAMPAKNYA BAGI PARA PEMIMPIN

BAHASA BARU PENGORGANISASIAN DAN DAMPAKNYA BAGI PARA PEMIMPIN
(Charles Handy, Penulis buku "The Age of Paradox" dan "The Age of Unreason".
Artikel ini diambil dari The Leader of The Future, The Drucker Foundation)



Baru-baru ini penulis bertemu dengan seorang manajer senior Jerman. Ia
mengatakan, "Di Jerman, kebanyakan organisasi dijalankan oleh para teknisi.
Mereka menganggap organisasi sebagai mesin, yang dapat dirancang, diukur, dan
dikendalikan - dimanage. Cara itu berhasil di masa lalu, ketika organisasi kami
masih memproduksi mesin-mesin yang efisien. Namun, di masa mendatang, kami
melihat organisasi itu akan banyak berubah, lebih menyerupai jaringan kerja
ketimbang sebuah mesin. Otak kami mengatakan demikian, "tetapi hati kami masih
terikat pada mesin. Kecuali kami dapat mengubah cara berpikir dan berbicara
kami tentang organisasi, jika tidak, kami akan tetap tersandung dan jatuh."

Apa yang dikatakannya memang benar, dan tidak saja bagi organisasi di Jerman,
tetapi juga organisasi di banyak negara lainnya. Model organisasi kita, dan
cara kita membahasnya, tidak banyak berubah selama seabad ini. Organisasi
dianggap sebagai sepotong teknologi, bahkan barangkali, potongan kecil, tetapi
memiliki kemampuan untuk melahirkan kesempurnaan, kecermatan, dan efisiensi.
Istilah manajemen, yang mulanya berarti "menjalankan rumah tangga", atau
"rangkaian gerbong kereta api militer", mencakup kontrol yang didukung oleh
kekuasaan dan wewenang. Barangkali itu yang menjadi alasan mengapa kata
manajemen kurang disukai oleh para profesional dan sukarelawan yang menjunjung
tinggi otonomi.
BAHASA POLITIK

Bahasa organisasi yang baru muncul sangatlah berbeda. Pembicaraan dewasa ini
adalah tentang "adhocracy", "federalisme", "aliansi", "tim", "empowerment", dan
"ruang untuk inisiatif". Kata kuncinya adalah pilihan bukan rencana;
kemungkinan belum tentu persis; keterlibatan bukan ketaatan. Ini adalah bahasa
politik bukan bahasa teknik; bahasa kepemimpinan bukan manajemen. Karena itu
sangat menarik untuk mengamati bagaimana organisasi meniadakan jabatan manajer
dan menggantikannya dengan istilah pemimpin tim, koordinator proyek, mitra
pemimpin, fasilitator, atau ketua. Segera kita akan melihat bagaimana teori
politik menjadi materi kuliah inti dalam sekolah bisnis kita. Akhirnya, akan
muncul pengakuan bahwa organisasi adalah komunitas individu, bukan kumpulan-
kumpulan sumber daya manusia.

Subsidiaritas

Saat teori politik memasuki sekolah bisnis, para mahasiswa akan dihadapkan pada
serangkaian konsep yang asing bagi dunia organisasi yang sebelumnya mereka
ketahui. Konsep pertama dan mungkin yang terpenting adalah subsidiaritas.
Subsidiaritas adalah istilah kuno dalam teori politik, yang baru-baru ini
muncul kembali dalam argumentasi mengenai keseimbangan kekuatan dalam suatu
Federasi Eropa. Prinsip subsidiaritas menyatakan bahwa suatu lembaga yang lebih
tinggi tidak harus mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus
diselenggarakan oleh lembaga yang lebih rendah. Misalnya, negara maju tidak
perlu menyerap peranan keluarga, karena hal ini berarti merendahkan kedudukan
keluarga dalam masyarakat. Dalam bahasa yang lebih sederhana, teori ini
mengatakan bahwa mencuri tanggung jawab rakyat adalah salah karena akhirnya
akan mengacaukan kemampuan mereka,. Tetapi, dalam bahasa organisasi kuno,
pencurian demikian dianggap normal dan dibenarkan kalau organisasi hendak
menghindari kesalahan.
Wewenang yang Diperoleh

Konsep kedua adalah wewenang yang diperoleh. Dalam organisasi mesin, kekuasaan
berasal dari kedudukan seseorang. Dalam organisasi politik, kekuasaan diberikan
oleh rakyat kepada seseorang untuk mengayomi mereka. Pemimpin politik dipilih
oleh warga negara, kecuali dalam sistem diktator, dimana kekuasaan diperoleh
karena paksaan. Dalam organisasi baru, gelar dan peranan sedikit bobotnya
sampai pemimpin dapat membuktikan kompetensinya. Semua wewenang harus diperoleh
sebelum dilaksanakan.

Dalam pengertian praktis organisasi, hal ini berarti bahwa pemimpin harus
diberi waktu dan ruang untuk membuktikan diri mereka. Pemimpin tumbuh. Mereka
tidak dibuat. Saya menyukai gagasan orang Jepang tentang apa yang saya namakan
jalur cepat horisontal. Ketika ditanya apakah tidak ada jalur cepat sebagai
jawaban bagi para manajer menengah paling baik dan paling cemerlang dalam
perkembangan jalur karier yang dikenal sangat lambat di Jepang, seorang manajer
Jepang menjawab, "ada jalur cepat", tetapi jalur itu adalah jalur horisontal:
"Kami merotasi orang yang lebih baik mengelilingi organisasi secepat mungkin di
tahun-tahun awal mereka, membuka wawasan mereka di bidang yang berbeda,
kelompok yang berbeda, dan tanggung jawab yang berbeda. Itu memberi mereka
kesempatan untuk menemukan diri sendiri dan memperlihatkan kekuatannya."

Semakin banyak organisasi yang merekayasa ulang ke dalam apa yang pada akhirnya
menjadi tumpukan proyek-proyek dan gugus-gugus tugas, semakin banyak pula
peluang bagi pemimpin untuk muncul di tengah-tengah organisasi, tidak hanya
sekedar di puncak. Sekarang ini karier tidak hanya berupa tangga peranan,
tetapi reputasi yang tumbuh untuk membuat sesuatu terwujud. Yang menggerakkan
organisasi politik dewasa ini bukanlah wewenang tetapi pengaruh.
Virtualitas

Konsep ketiga adalah virtualitas. Organisasi baru berpencaran. Karyawan
dipekerjakan di kantor dan lokasi yang berbeda, memegang beragam jabatan, dan
tidak perlu menunjukkan kesetiaan pada satu organisasi. Apa yang sebelumnya
berlaku dalam komunitas politik kini berlaku pula dalam organisasi kerja.
Seseorang tidak lagi harus berada di tempat dan waktu yang sama untuk
mengerjakan tugasnya. Mereka pun tidak perlu tercantum dalam daftar gaji.
Organisasi dewasa ini adalah 20/80 di tempat, dalam arti hanya 20 persen orang
yang berada di tempat, yaitu yang terlibat secara penuh-waktu dengan
organisasi. Selebihnya 80 persen adalah suplier atau kontraktor, karyawan paro-
waktu, atau profesional mandiri. Makin banyak organisasi yang menjadi "wadah
kontrak" dan tidak lagi menjadi tempat tinggal seumur hidup bagi semua
warganya. Organisasi virtual adalah suatu organisasi yang tidak bisa anda
lihat, tetapi mempunyai hasil karya.
KEPEMIMPINAN YANG TERDISTRIBUSI

Virtualitas berarti memanage orang yang tidak dapat anda lihat dan tidak dapat
anda kontrol dengan cara apa pun. Jenis manajemen melalui kendali jarak jauh
dapat terselenggara kalau kepercayaan mengalir dari dua arah. Kepercayaan,
seperti wewenang, harus diperoleh, diuji, dan bila perlu dicabut. Berapa banyak
orang yang mampu anda kenal dalam waktu yang cukup lama hingga anda bisa
mempercayai mereka sekaligus dipercaya oleh mereka? Ada yang mengatakan dua
puluh orang, ada yang menyebut lima puluh. Beberapa mengatakan bahwa
konfigurasi sebuah komunitas tidak lebih dari 150 orang. Menanggapi masalah
kepercayaan, organisasi mulai mengelompokkan diri ke dalam gugus-gugus tugas di
mana anggota-anggotanya bisa saling mengenal dan memahami.

Kepemimpinan dalam kelompok-kelompok ini bukan kepemimpinan jenis kuno, seperti
kepemimpinan yang "ikuti saya". Anda dapat menyebut kepemimpinan dalam kelompok-
kelompok tersebut sebagai kepemimpinan yang terdistribusi. Tiba-tiba saya
membayangkan bagaimana seandainya saya membandingkan tim kuno Inggris dengan
kru dayung di sungai: "delapan orang mendayung dari belakang sekuat tenaga
tanpa berbicara satu sama lain, dan di belakang kemudi adalah seorang yang
tidak dapat mendayung". Contoh ini saya rasa sudah cukup tajam, tetapi seorang
pendayung yang ada di antara penonton mengoreksi saya: "Menurut anda bagaimana
kami dapat melaju dari belakang sedemikian cepat tanpa berkomunikasi, kalau
kami tidak sepenuhnya saling mempercayai dalam kompetensi, terikat pada sasaran
yang sama, dan bertekad untuk berupaya sebaik mungkin mencapai sasaran? Inilah
peraturan yang sempurna bagi sebuah tim,"

Mau tidak mau saya harus mengatakan bahwa dia memang benar. Tetapi kemudian
saya bertanya, "Siapakah pemimpin tim ini?" Dijawabnya, "Ya itu tergantung.
Dalam lomba, yang menjadi pemimpin adalah orang kecil di belakang perahu, orang
yang tidak dapat mendayunglah yang berwenang. Ia adalah pemimpin tugas. Tetapi,
ada juga gerakan yang menjadi acuan kecepatan dan standar yang harus kami
ikuti. Di darat, pemimpinnya adalah kapten perahu. Ia bertanggung jawab dalam
memilih anak buah, untuk disiplin kami, dan untuk suasana hati dan motivasi
kelompok, tetapi setelah kami turun di sungai kapten hanyalah salah seorang
anggota tim. Tenti saja ada pelatih yang bertanggung ajwab atas pelatihan dan
pengembangan kami. Tidak perlu ragu lagi, siapa pemimpinya kalau pelatih ada di
tempat." Ia menyimpulkan,"Kami tidak mempunyai satu pemimpin dan kami tidak
memberi gelar pemimpin kepada siapa pun. Peranan pemimpin berputar tergantung
pada tahap di amna kami berada."

Itulah yang semakin berkembang di semua organisasi kita. Kepemimpinan di tengah
organisasi adalah suatu fungsi yang terdistribusi, seringkali disebut dengan
nama lain. Di puncak organisasi, kepemimpinan haruslah sangat berbeda. Di sini
kepemimpinan harus mempribadi, karena tugasnya adalah memberi perekat yang
menyatukan komunitas virtual. Perekat ini dibuat dari kesadaran identitas yang
sama, dikaitkan dengan maksud yang sama, dan dibekali dengan energi dan urgensi
yang kuat. Kata-kata saja tidak dapat menjadi perekat. Ia harus dihayati.
Energi yang menjalar ini harus dimulai oleh seseorang, atau kadang sekelompok
kecil di pusat yang menghayati apa yang mereka yakini.

Kata-kata yang dipakai oleh pemimpin puncak bersifat simtomatik: "Saya adalah
seorang pembawa misi," kata seorang CEO perusahaan multinasional. "Saya terus-
menerus berkeliling dunia menjelaskan kepada semua orang apa yang kami kerjakan
dan mengapa kami mengerjakannya." Seorang CEO lain mengatakan, "Saya adalah
guru. Tugas saya adalah memberi informasi dan mendidik manajer-manajer inti
kami, hingga mereka mempunyai informasi dan perspektif untuk mengerjakan tugas
mereka tanpa petunjuk dari atas." Yang lainnya berkata, "Saya harus menjunjung
tinggi apa yang saya katakan. Kalau saya tidak mewujudkan ucapan saya, maka
saya tidak dapat mengharapkan mereka mematuhi saya".
SIFAT-SIFAT POKOK

Adalah tugas yang berat mengatur komunitas individu dengan wewenang yang harus
diperoleh melalui berbagai upaya. Tidak banyak yang berhasil, karena menuntut
suatu kombinasi sifat-sifat yang sangat sulit, yaitu:

1--Percaya kepada orang lain.

Ini adalah satu-satunya hal yang dapat memberi kita rasa percaya diri untuk
memasuki ketidaktahuan dan untuk mendorong orang lain menuju arah yang belum
pernah ia kenali, tetapi ini harus dikombinasi dengan suatu "sifat ragu-ragu
yang logis", sikap yang rendah hati untuk menerima bahwa orang kadang-kadang
bisa salah, bahwa orang lain juga mempunyai gagasan, bahwa mendengar adalah
sama pentingnya dengan berbicara.

2--Semangat besar dalam melaksanakan tugas.

Ini memberi energi dan fokus pada hal-hal yang dapat menggerakkan organisasi,
serta memberi contoh kepada yang lain. Tetapi sifat ini harus pula dikombinasi
dengan sifat yang berlawanan, yaitu: suatu kesadaran akan dunia lain, karena
jika terlalu fokus justru membuat buta, tidak mampu untuk berpikir lebih jauh.
Pemimpin besar akan meluangkan waktunya untuk membaca, menemui orang di luar
lingkungan mereka sendiri, pergi menonton film atau sandiwara, berjalan di
bagian dunia yang lain.

3--Pemimpin harus bisa mencintai orang lain.

Ini karena dalam suatu komunitas, mereka yang kuat bisa saja dihormati atau
ditakuti, tetapi mereka tidak akan dipanuti secara sukarela.

Tetapi sifat-sifat ini juga memerlukan yang berlawanan, yaitu suatu kapasitas
untuk kesendirian, karena memimpin harus berada di garis depan. Adalah tidak
selalu mungkin untuk berbagi kecemasan dengan orang lain. Sedikit orang yang
akan berterima kasih kepada pemimpin kalau semuanya berjalan baik, tetapi
banyak yang akan menyalahkan pemimpin kalau ada ketidakberesan. Pemimpin besar
kadang-kadang harus berjalan sendirian. Mereka juga harus hidup terbuka atau
mampu mendelegasikan pekerjaan pada orang lain, memperoleh kepuasan mereka dari
keberhasilan orang lain, dan memberi orang lain pengakuan yang bagi mereka
sendiri seringkali diingkari.

Hidup dengan paradoks ini memerlukan karakter yang kuat,. Ia juga membutuhkan
suatu kepercayaan pada apa yang dikerjakan oleh orang lain. Uang saja tidak
akan cukup untuk memberi motivasi hidup dengan kontradiksi ini. Bahkan,
kecintaan akan kekuasaan tidaklah mencukupi, karena kekuasaan hanya menyetrika
kontradiksi-kontradiksi ini dan tidak menjaganya dalam keseimbangan. Pemimpin
besar dilahirkan dari peristiwa besar, tetapi pemimpin dengan kemampuan
terbaiknya juga melahirkan peristiwa besar. Sedihnya, demi suatu peristiwa,
kita seringkali menciptakan krisis, padahal bukan itu tujuannya. Sampai dan
kecuali bisnis menciptakan suatu peristiwa yang lebih besar dan lebih luas dan
bukan sekedar bertujuan memperkaya pemegang saham, bisnis hanya akan
menghasilkan segelintir pemimpin besar. Kita akan lebih mudah menemukan
pemimpin besar dalam organisasi nirlaba. Karena itu, sektor nirlaba dapat
menjadi wadah pelatihan kepemimpinan yang sangat baik untuk organisasi bisnis
maupun organisasi politik.
(artikel diambil dari arsip milis rekan-kantor)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar